Latar Belakang
Pada kurun waktu 2005 – 2010, penyelenggaraan transmigrasi diarahkan
pada pendekatan untuk mendukung pembangunan daerah melalui
pembangunan pusat-pusat produksi, perluasan kesempatan kerja serta
penyediaan tenaga kerja terampil. Pembangunan pusat-pusat produksi di
kawasan transmigrasi ini telah dinyatakan secara eksplisit dalam program
“Kota Terpadu Mandiri” yang dicetuskan pada tahun 2006 ini oleh Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Melalui program ini, dilakukan
pembangunan kota di kawasan-kawasan transmigrasi, sebagai upaya untuk
meningkatkan kegiatan ekonomi di daerah transmigrasi. Dalam konteks
pembangunan ketransmigrasian secara keseluruhan, strategi pembangunan
Kota Terpadu Mandiri (KTM) sangatlah penting untuk mendorong
pertumbuhan daerah dan mentransformasikan pola usahatani tradisional
kedalam perdagangan pertanian yang lebih modern.
Per-definisi, yang dimaksud dengan Kota Terpadu Mandiri (KTM) adalah
kawasan yang pertumbuhannya dirancang untuk menjadi pusat
pertumbuhan melalui pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan yang
mempunyai fungsi sebagai:
Bab I - 2
(i) Pusat kegiatan pertanian berupa pengolahan barang pertanian jadi
dan setengah jadi serta kegiatan agribisnis;
(ii) Pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services),
dan pemuliaan tanaman unggul;
(iii) Pusat pendidikan, pelatihan di sektor pertanian, industri dan jasa; dan
(iv) Pusat perdagangan wilayah yang ditandai dengan adanya pasarpasar grosir dan pergudangan komod