Sekilas Mengenai Satu Data Indonesia (SDI)

September 23, 2022

Satu Data Indonesia sangat penting dalam mendukung pelaksanaan pembangunan, yaitu dengan penyediaan data-data sektoral baik itu data statistik maupun data geospasial. Untuk itu diperlukan sinergi antar kementerian/Lembaga/Dinas/Instansi (K/L/D/I), antara pusat dan daerah dalam penyelenggaraan satu data Indonesia.

Perpres Nomor 39 Tahun 2019 tentang SDI mencakup prinsip-prinsip pembangunan SDI. Pertama. SDI dibangun agar penerapan tata kelola data yang telah dicanangkan pada tujuan SDI dapat dicapai. Kedua, dalam implementasinya, data yang dihasilkan oleh Produsen Data harus memenuhi kriteria tertentu, yaitu: memenuhi standar data, memiliki metadata, memenuhi kaidah interoperabilitas data, dan menggunakan kode referensi dan/atau kode induk.

Lalu, bagaimana Implementasi Kebijakan SDI di tingkat daerah?  Penerapan kebijakan Satu Data Indonesia di tingkat daerah perlu dukungan banyak pihak. Perpres SDI mendefinisikan Dewan Pengarah, dan Forum SDI.  Kementerian Dalam Negeri selaku Dewan Pengarah. Dewan pengarah dan Forum SDI tingkat daerah dibantu oleh Sekretariat SDI tingkat daerah. Untuk di tingkat daerah, Pembina Data adalah Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Informasi Geospasial (BIG), Walidata adalah Dinas Komunikasi dan  Informatika, dan Produsen Data adalah Organisasi Perangkat Daerah (OPD). 

Untuk mewujudkan penyelenggaraan SDI, kolaborasi menjadi hal penting. Perlunya Forum Data dan Rencana Aksi dalam pembangunan SDI. Forum data untuk memperkuat koordinasi Pembina Data, Walidata, dan Produsen Data. Kegiatan forum data ini dapat dilakukan secara berkala dalam rangka menyelesaikan permasalahan satu data, memastikan ketersediaan data dan mencegah duplikasi dengan menyusun rencana aksi data prioritas maupun sektoral yang terintegrasi pusat dan daerah. Forum data dapat ditetapkan dengan Peraturan/Keputusan Gubernur/Walikota/Bupati. 

Tantangan SDI di Daerah

Tantangan dalam implementasi program SDI di tingkat daerah ada 3 (tiga), yakni: Pertama, kesiapan infrastruktur serta penyediaan Data Center yang belum memadai. Tentu hal ini menjadi permasalahan bagi kabupaten/kota yang belum mempunyai fasilitas Data Center. Namun, untuk sementara, tantangan ini dapat diatasi oleh pemerintah daerah yang belum mempunyai Data Center sendiri. Salah satunya dengan menggunakan Pusat Data Nasional (PDN) Kemenkominfo. Atau, Pemkab dapat juga menggunakan fasilitas Pusat Data BIG.

Kedua,  masih adanya permasalahan egosektoral dari setiap instansi pemerintahan. Dengan permasalahan egosektoral ini, sangat memungkinkan adanya perbedaan-perbedaan standar dan metadata di setiap instansi pemerintah. Sebagai contoh paling sederhana adalah perbedaan jumlah data penduduk menurut BPS dan Dinas Kependudukan Catatan Sipil.

Permasalahan ini disebabkan teknik pencatatan yang berbeda. Dinas Kependudukan Catatan Sipil mencatat jumlah penduduk berbasis registrasi, sedangkan BPS mencatat jumlahnya berdasarkan pencacahan. Kasus lain, terdapat perbedaan jumlah penduduk miskin yang berbasis Data Terpadu Kesejahteran Sosial (DTKS) dengan jumlah penduduk miskin yang dirilis BPS. Hal ini juga dikarenakan perbedaan pendataan. DTKS berbasis registrasi, dan angka kemiskinan BPS berbasis survey (SUSENAS/ Survei Sosial Ekonomi Nasional). Namun, dengan SDI ke depan dapat mendorong angka statistik kemiskinan yang sinkron antara K/L/D/I, misalnya dengan menjadikan data Adminisitrasi Kependudukan (Adminduk) yang up to date sebagai kerangka acuan pengambilan sumber data awalnya.

Ketiga, minimnya jumlah dan kualitas kapasitas sumber daya manusia pengelola data di daerah. Fenomena ini penulis rasakan sendiri terjadi di Pemkab Magelang. Di sini masih sedikit SDM yang memahami bagaimana proses perencanaan, pengumpulan, pemeriksaan, dan penyebarluasan data statistik dengan baik. Oleh karena itu, ke depan sangat diperlukan peningkatan kualitas SDM melalui bimbingan, pelatihan ataupun  coaching clinic. Di samping itu,  juga bisa melalui kebijakan membuka kembali formasi pengangkatan ASN dengan latar belakang pendidikan  statistik. Hal ini juga menjadi pekerjaan rumah Badan Kepegawaian Pembinaan dan Sumber Daya Manusia untuk menelurkan kebijakan khusus manajemen SDM di bidang statistik, baik promosi, mutasi, rotasi, pendidikan dan pelatihan, dan lain sebagainya.

Strategi ke depan dan harapan

Penyelenggaran SDI mau tidak mau harus diikuti oleh Pemerintah Daerah, tak terkecuali di Pemkab Kubu Raya. Implementasi SDI di Pemkab Kubu Raya saat ini bisa diakses melalui portal ekosistem data data.kuburayakab.go.id.  Portal ini menyediakan data sektoral, data spasial, layanan online dan open data yang sudah terintegrasi dengan Portal Portal Satu Data Indonesia.

Dalam mendukung Satu Data Indonesia, saat ini Pemkab Kubu Raya sudah memiliki Ruang Data Center, yang dibangun sejak tahun 2020. Data Center ini terpusat di Dinas Komunikasi dan Informatika dengan kapasitas total penyimpanan 67 Tera Bytes (TB) setara 67000 Gigabyte(GB) yang terdiri atas 7 (tujuh) server. Data Center ini berfungsi untuk menyimpan, memproses, dan menyebarkan data dalam jumlah besar.  Saat ini, Pemkab Magelang telah berkoordinasi dengan BIG terkait instalasi geoportal. Geoportal ini memegang peranan penting yang diharapkan ke depan mampu menjadi wadah dalam penyebarluasan data geospasial.

Untuk merealisasikan satu data di daerah memang diperlukan upaya yang sangat luar biasa, seperti: komitmen Kepala Daerah, kolaborasi, koordinasi dan sinergi antar instansi OPD. Di samping itu juga diperlukan semacam kebijakan dari pemerintah pusat, mengenai jenis data, standar data, format data, metadata yang seragam baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Karena selama ini penyelenggaran satu data di tingkat daerah terlihat berbeda-beda tergantung persepsi dan pemahaman masing-masing daerah.

Harapan besar, agar Satu Data Indonesia dapat segera terwujud dengan optimal.  Di setiap K/L/D/I, mempunyai satu sumber data yang dikelola sesuai dengan standar SDI sehingga terwujud tata kelola data yang berkualitas.